Pengertian Autisme
- Autisme atau Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan yang memengaruhi interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku. ASD melingkupi sindrom Asperger dan autisme pada masa kanak-kanak.
- Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, diperkirakan ada sekitar 2,4 juta orang penyandang autisme di Indonesia pada tahun 2010. Jumlah penduduk Indonesia pada saat itu mencapai 237,5 juta jiwa, berarti ada sekitar satu orang penyandang autisme pada setiap 100 bayi yang lahir.
- Meski autisme tidak bisa disembuhkan, ada berbagai jenis penanganan dan langkah pengobatan yang bisa membantu para penyandang autisme. Karena itu, penting bagi kita untuk mewaspadai gejalanya sedini mungkin.
Gejala dan Diagnosis Autisme
- Gejala autisme biasanya baru terlihat jelas setelah terjadi perubahan signifikan dalam kehidupan seseorang dan umumnya mulai berkembang pada masa kanak-kanak. Gejala-gejalanya cenderung bervariasi pada tiap penyandang, tapi dapat dikelompokkan menjadi dua kategori utama.
- Kategori pertama adalah gangguan interaksi sosial dan komunikasi. Gejala ini meliputi gangguan pemahaman dan kepekaan terhadap perasaan orang lain serta penguasaan bahasa yang lamban.
- Kategori kedua adalah pola pikir, minat, dan perilaku yang terbatas dan bersifat mengulang. Contoh gerakan repetitif, misalnya mengetuk-ngetuk atau meremas tangan, dan merasa kesal saat rutinitas tersebut terganggu.
- Penyandang autisme juga cenderung memiliki masalah dalam belajar dan kondisi kejiwaan lain, misalnya gangguan hiperaktif atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), gangguan kecemasan, atau depresi.
- Gejala autisme biasanya diketahui pada usia awal perkembangan anak sebelum mencapai tiga tahun. Hubungi dokter jika Anda menyadari adanya gejala autisme atau gangguan perkembangan pada diri Anda maupun anak Anda.
Penyebab Autisme Serta Mitosnya
- Ada beberapa faktor genetika dan lingkungan yang diperkirakan dapat menyebabkan kelainan ini, tetapi penyebab autisme yang pasti belum diketahui hingga saat ini. Dalam kasus-kasus tertentu, autisme juga mungkin disebabkan oleh penyakit tertentu.
- Vaksin campak, gondong, dan rubela (MMR) pernah dicurigai sebagai penyebab autisme sehingga banyak orang tua yang enggan memberikannya pada anak mereka. Tetapi setelah melakukan berbagai penelitian ekstensif yang melibatkan jutaan anak, para peneliti sama sekali tidak menemukan bukti yang menghubungkan vaksin MMR dan autisme.
Penyandang Autisme Dewasa dan Permasalahannya
- Ada sebagian orang yang tumbuh dewasa tanpa didiagnosis, meski gejalanya sudah muncul sejak mereka masih anak-anak. Proses diagnosis saat dewasa dapat membantu para penyandang autisme serta keluarga untuk memahami gangguan ini dan memutuskan jenis bantuan yang mereka butuhkan.
- Sebagian penyandang autisme dewasa mengalami kesulitan untuk mencari pekerjaan karena adanya tuntutan dan perubahan sosial dalam pekerjaan. Pusat layanan khusus autisme bisa membantu mereka untuk mencari pekerjaan yang cocok dengan kemampuan mereka.
- Di Indonesia, khususnya Jakarta, terdapat International Center for Special Care in Education (ICSCE). ICSCE adalah lembaga nirlaba yang memaparkan dan memberikan gambaran tentang pelatihan serta penyediaan lapangan pekerja bagi penyandang autisme.
Gejala Autisme
- Kemunculan gejala autisme pada tiap penyandang sangat bervariasi sehingga tingkat keparahannya sulit dipastikan. Pengetahuan tentang indikasi dan gejala autisme, termasuk tentang sindrom Asperger yang berhubungan dengan tahap perkembangan anak, sangat berguna bagi orang tua. Berikut adalah beberapa gejala umum yang mungkin dapat membantu Anda untuk lebih waspada.
Gejala Dalam Interaksi dan Komunikasi Sosial
- Perkembangan bicara yang lamban (misalnya tidak bisa bicara lebih dari 10 kata saat usianya dua tahun) atau sama tidak bisa bicara.
- Tidak pernah mengungkapkan emosinya
- Tidak peka terhadap perasaan orang lain.
- Tidak merespons saat namanya dipanggil, meski indera pendengarannya normal.
- Tidak mau bermanja-manja atau berpelukan dengan orang tua atau saudara.
- Cenderung menghindari kontak mata.
- Jarang menggunakan bahasa tubuh serta ekspresi wajah saat berkomunikasi.
- Tidak bisa memulai percakapan, meneruskan obrolan, atau hanya bicara saat meminta sesuatu.
- Nada bicara yang tidak biasa, misalnya datar seperti robot.
- Sering mengulang kata-kata dan frasa, tapi tidak bisa menggunakannya dengan tepat.
- Cenderung terlihat tidak memahami pertanyaan atau petunjuk yang sederhana.
- Tidak memahami interaksi sosial yang umum, misalnya cara menyapa.
Gejala Dalam Pola Perilaku
- Memiliki kelainan dalam pola gerakan, misalnya selalu berjinjit.
- Lebih suka rutinitas yang familier dan marah jika ada perubahan.
- Tidak bisa diam.
- Melakukan gerakan repetitif, misalnya mengibaskan tangan, mengayunkan tubuh ke depan dan belakang, atau menjentikkan jari.
- Cara bermain repetitif dan tidak imajinatif, misalnya menyusun balok berdasarkan ukuran atau warna daripada membangun sesuatu yang berbeda.
- Hanya menyukai makanan tertentu, misalnya memilih makanan berdasarkan tekstur atau warna.
- Sangat terpaku pada topik atau kegiatan tertentu dengan intensitas fokus yang berlebihan.
- Cenderung sensitif terhadap cahaya, sentuhan, atau suara, tapi tidak merespons terhadap rasa sakit.
Gangguan Lain dan Autisme
- Penyandang autisme umumnya juga memiliki gejala atau pengaruh dari gangguan yang lain, misalnya hiperaktif (ADHD), epilepsi, sindrom Tourette, gangguan obsesif kompulsif (OCD), depresi, gangguan cemas menyeluruh, gangguan belajar, serta gangguan bipolar.
- Tiap gangguan tersebut mungkin membutuhkan penanganan secara terpisah, misalnya obat-obatan atau terapi perilaku kognitif.
Penyebab Autisme
- Autisme tanpa faktor penyebab dasar atau autisme primer merupakan jenis autisme yang paling umum terjadi. Jumlahnya diperkirakan mencapai 90 persen dari keseluruhan penyandang autisme.
- Dalam kasus-kasus tertentu, autisme juga mungkin disebabkan oleh suatu penyakit atau faktor lingkungan. Autisme sekunder ini jarang terjadi dan hanya dialami sekitar 10 persen penyandang autisme.
- Ada beberapa faktor genetika dan lingkungan yang diperkirakan dapat memicu autisme, tetapi penyebab pastinya belum diketahui. Ada juga beberapa hal yang dikiramenyebabkan autisme, tapi ternyata tidak terbukti, yaitu:
- Senyawa thiomersal yang mengandung merkuri (digunakan sebagai pengawet untuk beberapa vaksin)
- Vaksin campak, gondong, dan rubela (MMR).
- Pola makan, seperti mengonsumsi gluten atau produk susu.
- Pola asuh anak.
Selain itu, ada beberapa kategori yang dapat digunakan untuk mengelompokkan faktor pemicu risiko autisme, di antaranya:
Faktor Keturunan Dalam Autisme
- Mutasi dari gen tertentu dapat mempertinggi risiko autisme pada anak. Ada gen-gen keturunan tertentu yang dipercaya dapat membuat anak-anak lebih rentan terhadap autisme.
- Jika ada orang tua dengan anak autis, mereka dipercaya memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk memiliki seorang anak yang mengidap autis lagi. Sedangkan jika salah seorang anak kembar mengidap autisme, kemungkinan saudara kembarnya mengidap kelainan yang sama juga.
Pengaruh Kelahiran dan Masa Dalam Kandungan
- Seorang anak mungkin terpajan faktor-faktor lingkungan tertentu selama berada dalam kandungan. Sebagian peneliti mengungkapkan teori bahwa anak yang terlahir rentan terhadap autisme hanya akan positif mengidap autisme jika terpajan faktor pemicu tertentu dari lingkungan, antara lain:
Kelahiran prematur.
- Terpajan alkohol atau obat-obatan, misalnya sodium valproate yang terkadang digunakan untuk mengobati epilepsi, selama dalam kandungan.
Pengaruh Faktor Neurologis
- Gangguan spesifik pada perkembangan otak dan sistem saraf juga dapat berpengaruh. Menurut teori medis dan penelitian pemetaan otak yang mempelajari penyandang autisme, koneksi antara bagian-bagian otak mungkin mengalami kekacauan atau menjadi hipersensitif.
- Koneksi yang kacau atau hipersensitif tersebut mengakibatkan para penyandang autisme tiba-tiba merasakan respons emosional berlebihan saat melihat objek atau kejadian sepele. Mungkin inilah alasan para penyandang autisme menyukai rutinitas dan sangat marah jika terjadi perubahan. Rutinitas memberi mereka pola perilaku yang tidak memancing respons emosional yang berlebihan.
Pengaruh Faktor Psikologis Dalam Autisme
- Salah satu faktor risiko yang diperkirakan memengaruhi gejala penyandang autisme adalah perbedaan mereka dalam pola pikir. Sebuah konsep yang dikenal sebagai ‘teori pikiran’ (theory of mind) menjadi dasar dalam berbagai penelitian yang mendalami kemungkinan pengaruh faktor psikologis terhadap autisme. Teori ini memaparkan tentang kemampuan seseorang untuk memahami kondisi kejiwaan orang lain dan menyadari bahwa tiap individu memiliki keinginan, keyakinan, emosi, serta hasrat masing-masing.
- Anak-anak yang normal dianggap sudah memahami teori pikiran saat berusia sekitar empat tahun. Sedangkan anak-anak dengan autisme memiliki pemahaman terbatas atau tidak sama sekali tentang teori pikiran. Keterbatasan inilah yang mungkin menjadi akar permasalahan mereka dalam interaksi sosial serta menjadi alasan adanya gejala psikologis dalam autisme.
Pengaruh Usia Ibu
- Risiko sang anak mengidap autisme diperkirakan semakin meningkat jika sang ibu menjalani masa kehamilan dan melahirkan pada usia lebih tua (terutama, di atas 35 tahun).
Diagnosis Autisme
- Sebagian besar orang tua menyadari gejala-gejala autisme saat anak mereka berusia 2-3 tahun, tetapi ada juga yang tidak terdeteksi sampai penyandangnya dewasa.
Langkah Diagnosis Autisme pada Anak-anak
- Jika Anda mencemaskan perkembangan anak Anda, pastikan Anda mengonsultasikannya pada dokter. Jika dokter mencurigai adanya gejala autisme, Anda biasanya akan dirujuk pada para spesialis untuk diagnosis lebih lanjut seperti psikolog, psikiater, dokter spesialis anak, dan ahli terapi wicara.
- Tidak ada pemeriksaan medis spesifik yang dapat digunakan untuk mengonfirmasi autisme. Kelainan ini biasanya didiagnosis berdasarkan gejala yang ditunjukkan oleh sang anak.
- Yang umum dilakukan adalah pemeriksaan fisik untuk menghapus kemungkinan adanya penyakit lain dan sejumlah pertanyaan mengenai perkembangan, kesehatan, serta informasi mengenai perilaku anak biasanya akan dikumpulkan dari pihak-pihak yang bersangkutan. Misalnya, dokter dan staf penitipan anak maupun sekolah.
- Pemeriksaan penunjang juga akan dilakukan jika dokter merasa perlu. Sang anak biasanya akan diminta untuk mengikuti sejumlah kegiatan agar kemampuan dan aktivitasnya bisa diamati serta diperiksa secara khusus. Pemeriksaan terfokus ini meliputi kemampuan bicara, perilaku, pola pikir anak, dan interaksi dengan orang lain. Selain itu, para spesialis akan menanyakan riwayat kesehatan keluarga dan perkembangan anak secara mendetail pada orang tua.
- Tetapi hasil pemeriksaan ini belum tentu bisa mendiagnosis autisme secara pasti. Jika para spesialis tidak bisa mengkonfirmasi diagnosis autisme meski pemeriksaan tersebut sudah selesai, anak Anda mungkin dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang saat usianya lebih tua dan gejala autisme makin terlihat.
- Diagnosis akan memberikan gambaran jelas di balik sikap dan kepribadian anak Anda. Reaksi yang umum dirasakan para orang tua saat pertama mendengar bahwa anak mereka menderita kelainan autisme adalah terkejut dan tidak percaya karena mencemaskan masa depan sang anak.
- Tetapi proses ini juga akan memberi kesempatan agar Anda dapat membimbing perkembangan dan pertumbuhan mereka. Anda bisa mencari informasi sebanyak mungkin tentang autisme serta penanganannya lewat Masyarakat Peduli Autis Indonesia (MPATI), Yayasan Autisma Indonesia, serta International Center for Special Care in Education (ICSCE).
Langkah Diagnosis Autisme Pada Orang Dewasa
- Banyak orang yang menyadari gejala autisme mereka saat sudah dewasa. Mereka cenderung takut untuk didiagnosis karena merasa akan dikucilkan dan diremehkan. Tapi sebenarnya langkah diagnosis autisme saat dewasa dapat membantu para penyandang serta keluarga untuk memahami gangguan ini dan memutuskan jenis bantuan yang tepat.
- Hubungi dokter jika Anda merasa memiliki gejala autisme. Anda juga bisa meminta rujukan untuk psikiater atau psikolog agar dapat menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Pengobatan Autisme
- Meski autisme tidak bisa disembuhkan, ada banyak layanan bantuan pendidikan dan terapi perilaku khusus yang dapat meningkatkan kemampuan penyandang autisme. Tetapi bantuan untuk autisme memiliki banyak jenis dan keluarga biasanya kesulitan untuk memilih bantuan mana yang cocok karena efeknya akan berbeda pada tiap penyandang. Penanganan autisme juga membutuhkan komitmen waktu, emosi, dan finansial.
- Program penanganan autisme (sering disebut intervensi) biasanya melibatkan para spesialis, seperti dokter spesialis anak, psikolog, psikiater, ahli terapi wicara, dan ahli terapi okupasi.
- Aspek-aspek penting dalam perkembangan anak yang seharusnya menjadi fokus pada tiap bantuan adalah kemampuan berkomunikasi, kemampuan berinteraksi, kemampuan kognitif (misalnya, bermain secara kreatif), dan kemampuan akademis.
Intervensi Interaksi Sosial
- Jenis bantuan ini bertujuan membantu penyandang autisme anak-anak untuk berkomunikasi dan berinteraksi sehingga mereka lebih mudah beradaptasi. Intervensi dini ini juga mungkin diadakan di sekolah atau bersama orang tua dan guru.
Analisis Perilaku Terapan (ABA)
- ABA (Applied Behaviour Analysis) membagi kemampuan (misalnya, kemampuan komunikasi dan kognitif) menjadi tugas-tugas sederhana yang diajarkan secara terstruktur serta memberikan hadiah atau pujian untuk mendorong perilaku baik. ABA biasanya dilakukan di rumah, tapi ada program tertentu yang terkadang dapat diterapkan di sekolah atau tempat penitipan anak.
- Tugas-tugas sederhana yang lama-kelamaan semakin kompleks dalam jenis terapi yang banyak dipakai di Indonesia ini dapat membantu perkembangan sang anak dengan meningkatkan kemampuannya secara bertahap. Tetapi ada sebagian pakar yang mengkhawatirkan intensitasnya dan meragukan kegunaan kemampuan yang dikembangkan tersebut di luar terapi.
Treatment and Education of Autistic and Related Communication Handicapped Children (TEACCH)
- Ada penelitian yang menunjukkan bahwa anak-anak dengan autisme sering menunjukkan respons yang lebih baik terhadap informasi yang diberikan secara visual. Karena itulah TEACCH mengutamakan sistem pembelajaran terstruktur menggunakan komunikasi visual.
Pengajaran dan Pelatihan Untuk Orang Tua
- Peran orang tua bagi anak-anak penyandang autisme sangatlah penting. Partisipasi aktif orang tua akan mendukung dan membantu meningkatkan kemampuan sang anak.
- Mencari informasi sebanyak mungkin tentang autisme serta penanganannya sangat dianjurkan untuk para orang tua. Anda bisa mencari tahu lebih banyak melalui Masyarakat Peduli Autis Indonesia (MPATI), Yayasan Autisma Indonesia, serta International Center for Special Care in Education (ICSCE).
- Membantu anak Anda untuk berkomunikasi dapat mengurangi kecemasan dan memperbaiki perilakunya karena komunikasi adalah hambatan khusus bagi anak-anak dengan autisme. Kiat-kiat mungkin bisa berguna:
- Gunakan kata-kata yang sederhana.
- Selalu menyebut nama anak saat mengajaknya bicara.
- Manfaatkan bahasa tubuh untuk memperjelas maksud Anda.
- Berbicara pelan-pelan dan jelas.
- Beri waktu pada anak Anda untuk memproses kata-kata Anda.
- Jangan berbicara saat di sekeliling Anda berisik.
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi
- Ada beberapa penanganan yang biasanya dianjurkan untuk mengatasi gangguan komunikasi yang dialami anak Anda, yaitu:
Bantuan terapi psikologi
- Penanganan secara psikologis dapat dianjurkan untuk membantu pengobatan jika anak Anda menderita autisme dan masalah kejiwaan, seperti gangguan kecemasan. Contoh dari jenis penanganan ini adalah terapi perilaku kognitif atau Cognitive Behavioural Therapy (CBT).
- Terapi psikologis umumnya dilakukan dengan menemui psikolog untuk menceritakan perasaan serta dampaknya pada perilaku dan kesejahteraan. Karena itu para spesialis yang terlibat harus menyesuaikan metode terapi dengan keterbatasan yang dimiliki penyandang autisme. Misalnya, informasi dalam bentuk tulisan atau visual dan menggunakan bahasa yang sederhana.
Terapi wicara
- Hampir semua anak dengan autisme mengalami kesulitan bicara. Terapi ini mengutamakan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan bicara sehingga anak mampu berinteraksi dengan orang lain.
- Ahli terapi akan menggunakan sejumlah teknik seperti alat bantu visual, cerita, dan mainan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi.
Picture Exchange Communication System (PECS)
- Ahli terapi PECS akan menggunakan gambar untuk membantu anak-anak dengan autisme. Cara ini dipilih karena gambar lebih efektif untuk berkomunikasi bagi sebagian penyandang autisme anak-anak.
- Pada tahap awal, anak-anak akan diajari cara komunikasi sederhana seperti memberikan kartu bergambar untuk berkomunikasi dengan orang dewasa. Lalu ahli terapi akan mengajarkan kemampuan yang lebih sulit, misalnya menggunakan kartu bergambar untuk membentuk kalimat. Proses ini bertujuan agar anak-anak belajar memulai komunikasi tanpa diminta.
Metode komunikasi Makaton
- Makaton adalah metode komunikasi menggunakan bahasa isyarat dan simbol untuk membantu penyandang autisme berkomunikasi. Metode ini dirancang untuk membantu komunikasi verbal. Karena itu, bahasa isyarat dan simbol biasanya digunakan bersamaan dengan perkataan agar artinya dapat lebih dimengerti.
- Tiap gerakan bahasa isyarat Makaton memiliki simbol masing-masing berupa gambar sederhana. Simbol tersebut juga bisa digunakan tanpa bahasa isyarat. Makaton sangat fleksibel karena bisa digunakan sesuai kebutuhan masing-masing pemakainya. Misalnya untuk:
- Mengungkapkan pikiran, pilihan, dan emosi.
- Menandai objek, gambar, foto, dan tempat.
- Bermain dan bernyanyi.
- Menulis resep, daftar belanja, surat, dan pesan.
- Membantu menunjukkan jalan atau gedung.
- Sebagian besar penyandang autisme yang awalnya menggunakan Makaton lama-kelamaan akan berhenti secara alami dan beralih pada kemampuan komunikasi verbal seiring dengan perkembangan kemampuan bicara mereka.
- Selain meningkatkan kemampuan dasar komunikasi pada sebagian penyandang autisme, Makaton juga dapat membantu proses interaksi sosial mereka.
Penggunaan Obat-obatan
- Walau tidak bisa menyembuhkan autisme, obat-obatan mungkin diberikan dokter spesialis yang bersangkutan untuk mengendalikan gejala-gejala tertentu. Tetapi anak Anda biasanya dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang setelah meminumnya selama beberapa minggu karena obat-obatan tersebut memiliki efek samping yang signifikan. Beberapa jenis obat yang biasa diberikan adalah:
- Depresi yang dapat diatasi dengan jenis obat penghambat pelepasan selektif serotonin (SSRI).
- Sulit tidur yang dapat diatasi dengan obat seperti melatonin.
- Hiperaktif yang dapat diatasi dengan obat seperti methylphenidate.
- Epilepsi yang dapat diatasi dengan jenis obat yang disebut antikonvulsan.
- Perilaku yang agresif dan yang membahayakan, seperti mengamuk atau menyakiti diri sendiri. Jika parah atau penanganan secara psikologis tidak berpengaruh, kelainan ini mungkin dapat diatasi dengan obat anti-psikotik.
Metode Pengobatan yang Sebaiknya Dihindari
- Ada sejumlah metode pengobatan alternatif yang dikira berpotensi untuk mengatasi autisme, tapi keefektifannya sama sekali belum terbukti dan bahkan ada kemungkinan beberapa di antaranya berbahaya. Berikut ini adalah beberapa metode pengobatan alternatif yang sebaiknya dihindari:
- Pola makan khusus, misalnya makanan bebas gluten atau kasein.
- Terapi neurofeedback. Aktivitas otak biasanya dipantau lewat elektroda yang dipasang di kepala. Pasien bisa melihat gelombang otaknya lewat layar dan diajari cara mengubahnya.
- Terapi khelasi yang menggunakan obat atau zat lain untuk menghilangkan zat logam, terutama merkuri, dari tubuh.
- Terapi oksigen hiperbarik. Pengobatan dengan oksigen dalam ruang udara bertekanan tinggi.
0 Komentar untuk "Autisme"