Definisi
Sianosis
adalah warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lendir yang terjadi akibat
peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan dengan O2).
Sianosis biasanya tidak diketahui sebelum jumlah absolut Hb tereduksi mencapai
5 gram per 100 ml atau lebih pada seseorang dengan konsentrasi Hb normal
(saturasi oksigen [SaO2] kurang dari 90 %). Jumlah normal Hb
tereduksi dalam jaringan kapier adalah 2,5 gram per 100 ml. Pada orang dengan
konsentrasi Hb yang normal sianosis akan pertama kali terdeteksi pada SaO2
kira-kira 75% dan PaO2 50 mmHg atau kurang. 1)
Sianosis dapat merupakan tanda insufisiensi
pernapasan, meskipun bukan merupakan tanda yang dapat diandalkan. Penderita
anemia (konsentrasi Hb rendah) mungkin tidak pernah mengalami sianosis walaupun
mereka menderita hipoksia jaringan yang berat karena jumlah absolut Hb
tereduksi kemungkinan tidak dapat mencapai 5 gram per 100 ml. Sebaliknya, orang
yang menderita polisitemia (konsentrasi Hb yang tinggi) dengan mudah mempunyai
kadar Hb tereduksi 5 gram per 100 ml walaupun hanya mengalami hipoksia yang
ringan sekali. Faktor-faktor lain yang menyulitkan pengenalan sianosis adalah
variasi ketebalan kulit, pigmentasi dan kondisi penerangan. Sejumlah kecil methemoglobin atau sulfhemoglobin dalam sirkulasi dapat menimbulkan sianosis
walaupun jarang terjadi. Ada banyak hal yang mengakibatkan sianosis (dan
sianosis sulit dikenali) sehingga sianosis merupakan petunjuk insufisiensi paru
yang tidak dapat diandalkan.
Etiologi
Ada
dua jenis sianosis : sianosis sentral dan sianosis perifer. Sianosis sentral
disebabkan oleh insufisiensi oksigenasi Hb dalam paru, dan paling mudah
diketahui pada wajah, bibir, cuping telinga serta bagian bawah lidah. Selain
sianosis yang disebabkan oleh insufisiensi pernapasan (sianosis sentral), akan
terjadi sianosis perifer bila aliran darah banyak berkurang sehingga sangat
menurunkan saturasi darah vena, dan akan menyebabkan suatu daerah menjadi biru.
Sianosis perifer dapat terjadi akibat insufisiensi jantung, sumbatan pada
aliran darah, atau vasokonstriksi pembuluh darah akibat udara dingin.
Sianosis
sentral
·
Saturasi
oksigen arteri yang menurun
a. Menurunnya tekanan atmosfir ketinggian
b. Terganggunya fungsi paru
a. Menurunnya tekanan atmosfir ketinggian
b. Terganggunya fungsi paru
o
Hipoventilasi
alveolar
o
Ketidakseimbangan
antara ventilasi dan perfusi paru (perfusi dari
alveoli yang hipoventilasi)
o Difusi oksigen yang terganggu
c.
Shunt anatomik
o
Tipe
tertentu penyakit jantung congenital
o
Fistula
arterio-venous pulmoner
o
Shunt-shunt
kecil intrapulmoner multipel.
d. Hemoglobin dengan
afinitas oksigen yang rendah.
·
Abnormalitas
Hemoglobin
a. Methemoglobinemia herediter, didapat
b. Sulfhemoglobinemia - didapat
c. Karboksihemoglobinemia (bukan sianosis yang sesungguhnya)
a. Methemoglobinemia herediter, didapat
b. Sulfhemoglobinemia - didapat
c. Karboksihemoglobinemia (bukan sianosis yang sesungguhnya)
Sianosis
perifer
·
Berkurangnya
cardiac output
·
Paparan
dingin
·
Redistribusi
aliran darah dari ekstremitas
·
Obstruksi
arterial
·
Obstruksi
vena
Sianosis Sentral
Penurunan
saturasi oksigen arterial terjadi akibat
pengurangan yang nyata pada tekanan oksigen di dalam darah arterial. Keadaan
ini dapat terjadi dengan adanya penurunan tekanan oksigen di dalam udara
inspirasi tanpa hiperventilasi alveoler kompensatif yang cukup untuk
mempertahankan tekanan oksigen alveoler. 2)
Fungsi paru yang terganggu dengan serius, melalui hipoventilasi atau
perfusi alveolar pada daerah paru yang ventilasinya jelek, merupakan penyebab
sianosis sentral yang sering ditemukan. Keadaan ini dapat terjadi secara akut
seperti pada pneumonia yang luas atau edema pulmonalis, atau pada penyakit paru
kronik misalnya emfisema. Pada keadaan tertentu, polisitemia umumnya ada, dan
clubbing jari dapat terjadi. Bagaimanapun, pada banyak tipe penyakit paru
kronik dengan fibrosis dan obliterasi bantalan vaskuler kapiler, sianosis tidak
terjadi karena terdapat sedikit perfusi area yang mengalami ventilasi.
Penyebab lainnya yang menimbulkan penurunan
saturasi oksigen arterial adalah pintasan darah
dari sistem vena sistemik ke dalam sirkuit arterial. Bentuk-bentuk tertentu
penyakit jantung kongenital akan disertai dengan sianosis. Karena darah
mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah,
maka agar pada defek jantung terjadi pintasan kanan ke kiri, keadaan ini
biasanya harus disertai dengan lesi obstruktif di sebelah distal defek tersebut
atau dengan kenaikan resistensi vaskuler pulmonalis. Kelainan jantung
kongenital yang paling sering ditemukan dengan sianosis pada orang dewasa
adalah kombinasi ventrikular septal defek dengan obstruksi saluran keluar
pulmonalis (tetralogi fallot). Semakin parah obstruksi, semakin besar derajat
pintasan kanan ke kiri dan sianosis resultan. Mekanisme untuk peningkatan
resistensi vaskuler paru yang dapat menimbulkan sianosis pada keadaan adanya
komunikasi ekstrakardiak dan intrakardiak tanpa stenosis pulmonalis.
Sianosis dapat disebabkan oleh methemoglobin yang terdapat dalam jumlah
kecil di dalam darah dan oleh sulfhemoglobin dengan jumlah yang lebih kecil
lagi. Meskipun merupakan penyebab sianosis yang jarang dijumpai, pigmen
hemoglobin yang abnormal ini harus dicari lewat pemeriksaan spektroskopi
kalau gejala sianosis bukan disebabkan oleh malfungsi sistem sirkulasi ataupun
respirasi.
Sianosis Perifer
Penyebab sianosis perifer adalah penurunan curah jantung, terkena hawa
dingin, redistribusi aliran darah dari ekstremitas, obstruksi arterial, dan obstruksi
vena.
Barangkali penyebab sianosis perifer yang paling sering ditemukan adalah
vasokonstriksi generalisata yang terjadi akibat terkena air atau udara dingin.
Keadaan ini merupakan respons yang normal. Kalau curah jantungnya rendah,
seperti yang terlihat pada gagal jantung kongestif atau pada keadaan syok,
vasokonstriksi kulit akan terjadi sebagai mekanisme kompensasi agar aliran
darah dapat dialihkan dari kulit ke bagian yang lebih vital seperti sistem
saraf pusat serta jantung. Pada keadaan ini terjadi sianosis intensif yang
disertai dengan ekstremitas yang dingin. Meskipun darah arterial mengalami
saturasi secara normal, namun berkurangnya aliran darah yang melewati kulit dan
menurunnya tekanan oksigen pada ujung vena sistem kapiler akan mengakibatkan
sianosis.
Obstruksi pembuluh arteri pada ekstremitas sebagaimana yang terjadi dengan
emboli atau pun konstriksi arteriol, seperti pada vasospasme yang timbul karena
hawa dingin, umumnya akan menimbulkan gejala pucat dan dingin tetapi dapat
disertai dengan sianosis. Bila terdapat obstruksi pada pembuluh vena dan
kongesti ekstremitas, sebagaimana yang terjadi pada stagnasi aliran darah,
sianosis juga ditemukan. Hipertensi vena yang bisa lokal seperti pada
tromboflebitis atau sistemik seperti pada penyakit katup trikuspidal atau pada
perikarditis konstriktif akan menimbulkan dilatasi pleksus pembuluh vena
subpapilaris dan dengan demikian memperbesar gejala sianosis.
Patofisiologi
Peningkatan jumlah hemoglobin yang menurun dalam pembuluh-pembuluh darah
kulit menimbulkan sianosis dapat diterima oleh peningkatan kuantitas darah vena
di kulit sebagai hasil dilatasi venula dan ujung vena kapiler atau oleh
pengurangan saturasi oksigen di daerah kapiler. Umumnya gejala sianosis tampak
dengan nyata kalau konsentrasi rata-rata hemoglobin tereduksi di dalam pembuluh
darah kapiler melebihi 5g/dL. Hal yang penting dalam menimbulkan sianosis
adalah jumlah absolut hemoglobin tereduksi dan bukan jumlah relatif. Jadi,
pasien anemia berat, jumlah relatif hemoglobin tereduksi di dalam darah vena
mungkin sangat besar bila diperhitungkan terhadap jumlah total hemoglobin.
Namun demikian, karena konsentrasi total hemoglobin ini sangat menurun,
maka jumlah absolut hemoglobin tereduksi mungkin tetap kecil dan dengan
demikian pasien anemia berat yang bahkan dengan desaturasi arterial yang
mencolok tidak memperlihatkan sianosis. Sebaliknya semakin tinggi kandungan
total hemoglobin, semakin besar kecenderungan ke arah sianosis. Jadi, pasien
dengan polisitemia vera yang nyata akan cenderung untuk mengalami sianosis pada
tingkat saturasi oksigen arterial yang lebih tinggi bila dibandingkan pasien
dengan nilai hematokrit yang normal. Demikian pula, kongesti pasif setempat
yang menyebabkan peningkatan umlah total hemoglobin tereduksi di dalam pembuluh
darah pada suatu daerah tertentu dapat menyebabkan sianosis. Sianosis juga
terlihat kalau terdapat hemoglobin nonfungsional seperti methemoglobin atau
sulfhemoglobin di dalam darah.
Sianosis sejak lahir berkaitan dengan
penyakit jantung kongenital. Sianosis yang timbul akut dapat terjadi pada
penyakit saluran pernapasan yang berat, terutama obstruksi akut pada saluran
napas. Pada pasien dengan anemia berat, di mana kadar hemoglobin turun secara
bermakna, sianosis mungkin tidak dijumpai. Beberapa pekerja, seperti tukang las
listrik, menghirup kadar toksik gas nitrogen yang dapat menimbulkan sianosis
dengan methemoglobinemia. Methemoglobinemia herediter adalah suatu kelainan
hemoglobin primer yang menyebabkan sianosis kongenital.
Perbedaan sianosis
sentral dan sianosis perifer
Secara singkat perbedaan sianosis
sentral dan sianosis perifer adalah sebagai berikut :
Sianosis Sentral
|
Sianosis Perifer
|
§ Kelainan jantung dengan pirau kanan
ke kiri à tidak terjadi kenaikan tekanan parsial O2 yang menyolok
§ Penyakit paru dengan oksigenasi yang
berkurang : tekanan parsial O2 ↑ 100-150 mmHg atau lebih
Kurangnya saturasi O2 arteri sistemik
*Biasanya terlihat di mukosa bibir, lidah dan konjungtiva
|
§ Insufisiensi Jantung
§ Sumbatan aliran darah
§ Curah jantung ↓
§ Vasospasme
Aliran darah yang melambat di daerah sianotik : Kontak darah lebih lama
dengan jaringan, Pengambilan O2 lebih banyak dari normal
Vasokonstriksi sebagai kompensasi COP yang rendah
Gangguan sirkulasi seperti renjatan
*Biasanya terlihat di daun telinga, ujung jari dan ujung hidung
|
Pada tipe sentral, terdapat darah arteri yang tidak mengalami saturasi atau
derivat hemoglobin abnormal, dan membrana mukosa dan kulit terkena. Sianosis
perifer disebabkan oleh perlambatan aliran darah ke area dan ekstraksi oksigen
besar secara abnormal dari darah arteri tersaturasi secara normal. Sianosis ini
disebabkan oleh vasokonstriksi dan aliran darah perifer yang berkurang, seperti
terjadi paparan dingin, syok, gagal kongestif dan penyakit vaskuler perifer.
Sering pada kondisi ini, membrana mukosa rongga mulut atau semua yang ada di
bawah lidah dapat terhindar. Perbedaan klinis antara sianosis perifer dan
sentral tidak selalu sederhana, dan pada kondisi seperti syok kardiogenik
dengan edema paru mungkin terdapat campuran kedua tipe ini.
N2O
N2O
adalah anestesi lemah dan harus diberikan dengan konsentrasi besar (lebih dari
65%) agar efektif. Paling sedikit 20%atau 30% oksigen harus diberikan sebagai
campuran, karena konsentrasi N2O lebih besar dari 70-80% dapat
menyebabkan hipoksia. N2O tidak dapat menghasilkan anestesia yang
adekuat kecuali dikombinasikan dengan zat anestesi yang lain, meskipun
demikian, karakteristik tertentu membuatnya menjadi zat anestesi yang menarik,
yaitu koefisien partisi darah / gas yang rendah, efek anagesi pada konsentrasi
subanestetik, kecilnya efek kardiovaskuler yang bermakna klinis, toksisitasnya
minimal dan tidak mengiritasi jalan napas sehingga ditoleransi baik untuk
induksi dengan masker. Efek anestesi N2O dan zat anestesi lain bersifat additif,
sehingga pemberian N2O dapat secara substansial mengurangi jumlah
zat anestesi lain yang seharusnya digunakan. Pemberian N2O akan
menyebabkan peningkatan konsentrasi alveolar dari zat anestesi lain dengan
cepat, oleh karana sifat “efek gas kedua” dan “efek konsentrasi” dari N2O. Efek
konsentrasi terjadi saat gas diberikan dengan konsentrasi tinggi. Semakin
tinggi konsentrasi gas diinhalasi, maka semakin cepat peningkatan tekanan
arterial gas tersebut. Seorang pasien menerima 70-75% N2O akan menyerap sampai
1.000 ml/menit N2O saat fase awal induksi. Pemindahan volume N2O dari paru ke
darah, menyebabkan aliran gas segar seperti disedot masuk dari mesin anestesi
ke dalam paru-paru, sehingga meningkatkan laju gas lain. Pasien menerima hanya
10-25% N2O, pengambilan N2O oleh darah hanya 150 ml/menit, hal ini tidak
menghasilkan perubahan yang signifikan pada laju penyerapan agen/gas lain. Efek
gas kedua terjadi saat agen inhalasi kedua diberikan bersama dengan N2O. efek
ini berkaiatan dengan pengambilan N2O yang cepat, sekitar 1.000 ml/menit saat
induksi anestesi. Pengambilan cepat volume N2O yang besar, menmbulkan suat
keadaan vakum di alveolus, sehingga memaksa lebih banyak gas segar (N2O bersama
dengan agen inhalasi lain) masuk ke dalam paru-paru. MAC bangun N2O adalah 65%
diatas konsentrasi tersebut pasien tidak sadar atau lupa terhadap tindakan
pembedahan. Analgesia yang dihasilakan oleh 50% N2O kira-kira sama
dengan 10 mg morfin. Kemasan Dan Sifat Fisik N2O dibuat dengan cara
mereaksikan besi (Fe) dengan asam nitrat, terbentuk nitrit oksida (NO),
kemudian bereaksi kemablidngan besi sehingga terbentuk N2O. Secara
komersial, N2O dihasilkan dari pemanasan kristal amonium nitrat pada
suhu 240oC dan akan terurai menjadi N2O dan H2O, dimana
gas yang dihasilkan ditampung, dipurifikasi dan dekompresi ke dalam silinder
metal warna biru pada tekanan 51 atm. N2O merupakan gas yang tidak
bewarna, berbau harum manis, tdaik bersifat iritasi, tidak mudah terbakar dan
tidak mudah meledak tetapi membantu proses kebakaran akibat gas lain meskipun
tidak ada oksigen. N2O tidak bereaksi dengan soda lime, obat
anestesi lain dan bagian metal peralatan tetapi bisa meresap dan berdifusi
melalui peralatan dari karet. Kelarutan N2O 15 kali lebih larut
dibandingkan dengan oksigen, mempunyai koefisien partisi darah / gas 0,47 dan
koefisen partisi darah / otak 1,0.
Absorpsi,
Distribusi Dan Eliminasi Absorbsi dan eliminasi nirous oksida relatif lebih
cepat dibandingkan dengan obat anestesi inhalasi lainnya, hal ini terutama
disebabkan oleh koefisien partisi gas darah yang rendah dari N2O.
total ambilan N2O oleh tubuh manusia diteliti oleh Severinghause.
Pada menit pertama, N2O (75%) dengan cepat akan diabsorbsi kira-kira
1.000 ml/menit. Setelah 5 menit, tingkat absorbsi turun menjadi 600 ml/menit,
setelah 10 menit turun menjadi 350 ml/menit dan setelah 50 menit tingkat
absorbsinya kira-kira 100 ml/menit, kemudian pelan-pelan menurn dan akhirnya
mencapi nol. Konsentrasi N2O yang diabsorbsi tergantung antara lain
oleh konsentrasi inspirasi gas, ventilasi alveolar dan ambilan oleh sirkulasi,
seperti koefisien partisi darah/gas dan aliran darah (curah jantung). N2O
akan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Konsentrasi di jaringan adalah
berbanding lurus dengan perfusi per unit volume dari jaringan, lamanya paparan
dan koefisien partisi darah / jaringan zat tersebut. Jaringan dengan aliran
darah besar/banyak seperti otak, jantung, hati dan ginjal akan menerima N2O
lebih banyak sehingga akan menyerap volume gas yang lebih besar. Jaringan lain
dengan suplai darah sedikit seperti jaringan lemak dan otot menyerap hanya
sedikit N2O, ambilan dan penyerapan yang cepat menyebabkan tidak
terdapatnya simpanan N2O dalam jaringan tersebut sehingga tidak
menghalangi pulihnya pasien saat pemberian N2O dihentikan. N2O
tidak atau sedikit mengalami biotransformasi dalam tubuh, namun telah ditemukan
bakteri anaerob yang memetabolisir N2O dan menghasilkan
radikal-radikal bebas meskipun tidak terdapat bukti bahwa radikal-radikal bebas
tersebut menimbulkan kerusakan organ yang spesifik. N2O dieliminasi
melalui paru-paru dan sebagian kecil diekskresikan lewat kulit. Pada saat N2O
dihentikan pemberiannya, N2O berdifusi keluar dari darah dan masuk
ke alveoli secepat difusinya ke dalam darah saat induksi. Jika pasien dibiarkan
menghirup udara atmosfir saja pada saat tersebut akan mengalami hipoksia
difusi. Selama beberapa menit pertama pasien menghirup udara atmosfir, sejumlah
besar volume N2O berdifusi melalui darah ke dalam paru-paru dan
dikeluarkan lewat paru-paru. Kira-kira sebanyak 1500 ml N2O dikeluarkan pada
menit pertama oleh pasien yang menerima N2O : O2 dengan
rasio 75% : 25%. Jumlah tersebut menurun menjadi 1.200 ml pada menit ke dua dan
1.000 ml pada menit ke tiga. Difusi N2O yang cepat dan dalam jumlah
besar ke dalam alveoli akan menyebabkna pengenceran dan mendesak O2
keluar dari alveoli., sehingga mudah terjadi hipoksia dan juga menyebabkan
terjadinya pemindahan volume CO2 yang lebih besar dari darah,
sehinga akan menurunkan tekanan CO2 dalam darah dan akan memperberat
hipoksia. Efek hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian 100% O2
selam minimal 3-5 menit pada akhir operasi. Efek Farmakologi Terhadap sistem
saraf pusat Berkhasiat analgesia dan tidak mempunyai khasiat hipnotik. Khasiat
analgesianya relatif lemah akibat kombinasinya dengan oksigen. Pada konsentrasi
25% N2O menyebabkan sedasi ringan. Peningkatan konsentrasi
menyebabkan penurunan sensasi perasaan khusus seperti ketajaman, penglihatan,
pendengaran, rasa, bau dan diikuti penurunan respon sensasi somatik seperti
sentuhan, temperatur, tekanan dan nyeri. Penurunan perasaan membuat agen ini
cocok untuk induksi sebelum pemberian agen lain yang lebih iritatif. N2O
menghasilkan analgesi sesuai besarrnya dosis. N2O 50% efek analgesinya
sama dengan morfin 10 mg. Bukti menunjukkan bahwa N2O memiliki efek
agonis pada reseptor opioid atau mengaktifkan sistem opioid endogen. Area pusat
muntah pada medula tidak dipengaruhi oleh N2O kecuali jika terdapat
hipoksia. Nitrous oksida tidak mengikuti klasifikasi stadium anestesi dari
guedel dalam kombinasinya dengan oksigen dan sangat tidak mungkin mencoba
memakai nitrous oksigen tanpa oksigen hanya karena ingin tahu gambaran stadium
anestesi dari guedel. Efeknya terhadap tekanan intrakranial sangat kecil bila
dibandingkan dengan obat anestesi yang lain. Dalam konsentrasi lebih dari 60%,
N2Odapat menyebabkan amnesia, walaupun masih diperlukan penelitian
yang lebih lanjut. Terhadap susunan saraf otonom, nitrous oksida merangsang
reseptor alfa saraf simpatis, tetapi tahanan perifer pembuluh darah tidak
mengalami perubahan. Terhadap sitem kardiovaskuler Depresi ringan
kontraktilitas miokard terjadi pada rasio N2O : O2 = 80%
: 20%. N2O tidak menyebabkan perubahan laju jantung dan curah
jantung secara langsung. Tekanan darah tetap stabil dengan sedikit penurunan
yang tidak bermakna. terhadap sistem respirasi pengaruh terhadap sistem
pernapasan minimal. N2O tidak mengiritasi epitel paru sehingga dapat
diberikan pada pasien dengan asma tanpa meningkatkan resiko terjadinya spasme bronkus.
Perubahan laju dan kedalaman pernapasan (menjadi lebih lambat dan dalam) lebih
disebabkan karena efek sedasi dan hilangnya ketegangan. Terhadap sistem
gastrointestinal N2O tidak mempengaruhi tonus dan motilitas saluran
cerna. Distensi dapat terjadi akibat masuknya N2O ke dalam lumen
usus. Pada gangguan fungsi hepar, N2O tetap dapat digunakan.
Terhadap ginjal N2O tidak mempunyai pengaruh yang signifikan pada
ginjal maupun pada komposisi urin. Terhadap otot rangka N2O tidak
menyebabkan relaksasi otot rangka. Karena tonus otot tetap tidak berubah
sehingga dalam penggunaannya mutlak memerlukan obat pelumpuh otot. Terhadap
uterus dan kehamilan kontraksi uterus tidak terpengaruh baik pada kekuatan
maupun frekuensinya. N2O melewati barrier plasenta dengan mudah
masuk ke dalam sirkulasi fetus yang dapat mengakibatkan konsentrasi O2
di darah fetus turn dengan drastis bila kurang dari 20% O2 diberikan
bersama dengan N2O. kehamilan bukan merupakan kontra indikasi
penggunaan N2O – O2 sebagai sedasi inhalasi. terhadap
sistem hematopoeitik dilaporkan pada pemakaian jangka panjang secara terus
menerus lebih dari 24 jam bisa menimbulkan depresi pada fungsi hematopoietik.
Anemia megaloblastik sebagai salah satu efek samping pada pemakaian nitrous
oksida jangka lama.
Penggunaan
Klinik Dalam praktik anestesia, N2O digunakan sebagai obat dasar
dari anestesia umum inhalasi dan selalu dikombinasikan dengan oksigen dengan
perbandingan N2O : O2 = 70 : 30 (untuk pasien normal), 60
: 40 (untuk pasien yang memerlukan tunjangan oksigen yang lebih banyak), atau
50 : 50 (untuk pasien yang beresiko tinggi). Oleh karena N2O hanya bersifat
analgesia lemah, maka dalam penggunaannya selalu dikombinasikan degnan obat
lain yang berkhasiat sesuai dengan target “trias anestesia” yang ingin dicapai.
Kecelakaan Dalam Penggunaan N2O Kecelakaan dalam praktik anestesia
mempergunakan N2O sering kali terjadi. Hal ini disebabkan oleh
faktor alat atau mesin anestesia yang digunakan dan faktor manusianya akibat
kelalaian. Seperti telah diuraikan di atas, pemakaian N2O harus
selalu diberikan bersama-sama dengan oksigen. Kecelakaan bisa terjadi pada saat
induksi, pada saat pemeliharaan atau pada saat akhir anestesia. Pada saat
induksi, petugas anestesia ingin memberikan oksigen, tetapi yang dialirkan
justru N2O. pada saat pemeliharaan, persediaan oksigen habis dan
petugas tidak waspada. Pada saat akhir anestesia, petugas anestesia bermaksud
memberikan oksigen, tetapi yang dialirkan ternyata N2O. Untuk
megurangi resiko kecelakaan dalam penggunaan N2O, dan penyempurnaan
sarana sistem perpipaan gas di rumah sakit kemasan tabung gas diberi tanda /
warna / label tertentu, sistem dengan alat pengaman dan mesin anestesia dibuat
sedemikian rupa oksigen, gas N2O tidak bisa mengalir.3)
1. Harrison
2.
pathofisiologi edisi 6, volume 2 sylvia
a. Price, lorraine m. Wilson. Egc jakarta 2006
3.
obat-obatan anastesi edisi 2, sota omougui egc jakarta 1997
0 Komentar untuk "SIANOSIS"