Catatan Medic Sumber Terpercaya

Find Us On Facebook

SIANOSIS



Definisi

Sianosis adalah warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lendir yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan dengan O2). Sianosis biasanya tidak diketahui sebelum jumlah absolut Hb tereduksi mencapai 5 gram per 100 ml atau lebih pada seseorang dengan konsentrasi Hb normal (saturasi oksigen [SaO2] kurang dari 90 %). Jumlah normal Hb tereduksi dalam jaringan kapier adalah 2,5 gram per 100 ml. Pada orang dengan konsentrasi Hb yang normal sianosis akan pertama kali terdeteksi pada SaO2 kira-kira 75% dan PaO2 50 mmHg atau kurang. 1)
Sianosis  dapat merupakan tanda insufisiensi pernapasan, meskipun bukan merupakan tanda yang dapat diandalkan. Penderita anemia (konsentrasi Hb rendah) mungkin tidak pernah mengalami sianosis walaupun mereka menderita hipoksia jaringan yang berat karena jumlah absolut Hb tereduksi kemungkinan tidak dapat mencapai 5 gram per 100 ml. Sebaliknya, orang yang menderita polisitemia (konsentrasi Hb yang tinggi) dengan mudah mempunyai kadar Hb tereduksi 5 gram per 100 ml walaupun hanya mengalami hipoksia yang ringan sekali. Faktor-faktor lain yang menyulitkan pengenalan sianosis adalah variasi ketebalan kulit, pigmentasi dan kondisi penerangan.  Sejumlah kecil methemoglobin atau sulfhemoglobin  dalam sirkulasi dapat menimbulkan sianosis walaupun jarang terjadi. Ada banyak hal yang mengakibatkan sianosis (dan sianosis sulit dikenali) sehingga sianosis merupakan petunjuk insufisiensi paru yang tidak dapat diandalkan.

Etiologi

Ada dua jenis sianosis : sianosis sentral dan sianosis perifer. Sianosis sentral disebabkan oleh insufisiensi oksigenasi Hb dalam paru, dan paling mudah diketahui pada wajah, bibir, cuping telinga serta bagian bawah lidah. Selain sianosis yang disebabkan oleh insufisiensi pernapasan (sianosis sentral), akan terjadi sianosis perifer bila aliran darah banyak berkurang sehingga sangat menurunkan saturasi darah vena, dan akan menyebabkan suatu daerah menjadi biru. Sianosis perifer dapat terjadi akibat insufisiensi jantung, sumbatan pada aliran darah, atau vasokonstriksi pembuluh darah akibat udara dingin.

Sianosis sentral
·         Saturasi oksigen arteri yang menurun
a. Menurunnya tekanan atmosfir ketinggian
b. Terganggunya fungsi paru
o   Hipoventilasi alveolar
o   Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi paru (perfusi dari alveoli yang hipoventilasi)
o   Difusi oksigen yang terganggu
c. Shunt anatomik
o   Tipe tertentu penyakit jantung congenital
o   Fistula arterio-venous pulmoner
o   Shunt-shunt kecil intrapulmoner multipel.
d. Hemoglobin dengan afinitas oksigen yang rendah.
·         Abnormalitas Hemoglobin
a. Methemoglobinemia herediter, didapat
b. Sulfhemoglobinemia - didapat
c. Karboksihemoglobinemia (bukan sianosis yang sesungguhnya)
Sianosis perifer
·         Berkurangnya cardiac output
·         Paparan dingin
·         Redistribusi aliran darah dari ekstremitas
·         Obstruksi arterial
·         Obstruksi vena

Sianosis Sentral

Penurunan saturasi oksigen arterial terjadi akibat pengurangan yang nyata pada tekanan oksigen di dalam darah arterial. Keadaan ini dapat terjadi dengan adanya penurunan tekanan oksigen di dalam udara inspirasi tanpa hiperventilasi alveoler kompensatif yang cukup untuk mempertahankan tekanan oksigen alveoler. 2)
Fungsi paru yang terganggu dengan serius, melalui hipoventilasi atau perfusi alveolar pada daerah paru yang ventilasinya jelek, merupakan penyebab sianosis sentral yang sering ditemukan. Keadaan ini dapat terjadi secara akut seperti pada pneumonia yang luas atau edema pulmonalis, atau pada penyakit paru kronik misalnya emfisema. Pada keadaan tertentu, polisitemia umumnya ada, dan clubbing jari dapat terjadi. Bagaimanapun, pada banyak tipe penyakit paru kronik dengan fibrosis dan obliterasi bantalan vaskuler kapiler, sianosis tidak terjadi karena terdapat sedikit perfusi area yang mengalami ventilasi.
Penyebab lainnya yang menimbulkan penurunan saturasi oksigen arterial adalah pintasan darah dari sistem vena sistemik ke dalam sirkuit arterial. Bentuk-bentuk tertentu penyakit jantung kongenital akan disertai dengan sianosis. Karena darah mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah, maka agar pada defek jantung terjadi pintasan kanan ke kiri, keadaan ini biasanya harus disertai dengan lesi obstruktif di sebelah distal defek tersebut atau dengan kenaikan resistensi vaskuler pulmonalis. Kelainan jantung kongenital yang paling sering ditemukan dengan sianosis pada orang dewasa adalah kombinasi ventrikular septal defek dengan obstruksi saluran keluar pulmonalis (tetralogi fallot). Semakin parah obstruksi, semakin besar derajat pintasan kanan ke kiri dan sianosis resultan. Mekanisme untuk peningkatan resistensi vaskuler paru yang dapat menimbulkan sianosis pada keadaan adanya komunikasi ekstrakardiak dan intrakardiak tanpa stenosis pulmonalis.
Sianosis dapat disebabkan oleh methemoglobin yang terdapat dalam jumlah kecil di dalam darah dan oleh sulfhemoglobin dengan jumlah yang lebih kecil lagi. Meskipun merupakan penyebab sianosis yang jarang dijumpai, pigmen hemoglobin yang abnormal ini harus dicari lewat pemeriksaan spektroskopi  kalau gejala sianosis bukan disebabkan oleh malfungsi sistem sirkulasi ataupun respirasi.

Sianosis Perifer

Penyebab sianosis perifer adalah penurunan curah jantung, terkena hawa dingin, redistribusi aliran darah dari ekstremitas, obstruksi arterial, dan obstruksi vena.
Barangkali penyebab sianosis perifer yang paling sering ditemukan adalah vasokonstriksi generalisata yang terjadi akibat terkena air atau udara dingin. Keadaan ini merupakan respons yang normal. Kalau curah jantungnya rendah, seperti yang terlihat pada gagal jantung kongestif atau pada keadaan syok, vasokonstriksi kulit akan terjadi sebagai mekanisme kompensasi agar aliran darah dapat dialihkan dari kulit ke bagian yang lebih vital seperti sistem saraf pusat serta jantung. Pada keadaan ini terjadi sianosis intensif yang disertai dengan ekstremitas yang dingin. Meskipun darah arterial mengalami saturasi secara normal, namun berkurangnya aliran darah yang melewati kulit dan menurunnya tekanan oksigen pada ujung vena sistem kapiler akan mengakibatkan sianosis.
Obstruksi pembuluh arteri pada ekstremitas sebagaimana yang terjadi dengan emboli atau pun konstriksi arteriol, seperti pada vasospasme yang timbul karena hawa dingin, umumnya akan menimbulkan gejala pucat dan dingin tetapi dapat disertai dengan sianosis. Bila terdapat obstruksi pada pembuluh vena dan kongesti ekstremitas, sebagaimana yang terjadi pada stagnasi aliran darah, sianosis juga ditemukan. Hipertensi vena yang bisa lokal seperti pada tromboflebitis atau sistemik seperti pada penyakit katup trikuspidal atau pada perikarditis konstriktif akan menimbulkan dilatasi pleksus pembuluh vena subpapilaris dan dengan demikian memperbesar gejala sianosis.

            Patofisiologi
Peningkatan jumlah hemoglobin yang menurun dalam pembuluh-pembuluh darah kulit menimbulkan sianosis dapat diterima oleh peningkatan kuantitas darah vena di kulit sebagai hasil dilatasi venula dan ujung vena kapiler atau oleh pengurangan saturasi oksigen di daerah kapiler. Umumnya gejala sianosis tampak dengan nyata kalau konsentrasi rata-rata hemoglobin tereduksi di dalam pembuluh darah kapiler melebihi 5g/dL. Hal yang penting dalam menimbulkan sianosis adalah jumlah absolut hemoglobin tereduksi dan bukan jumlah relatif. Jadi, pasien anemia berat, jumlah relatif hemoglobin tereduksi di dalam darah vena mungkin sangat besar bila diperhitungkan terhadap jumlah total hemoglobin.
Namun demikian, karena konsentrasi total hemoglobin ini sangat menurun, maka jumlah absolut hemoglobin tereduksi mungkin tetap kecil dan dengan demikian pasien anemia berat yang bahkan dengan desaturasi arterial yang mencolok tidak memperlihatkan sianosis. Sebaliknya semakin tinggi kandungan total hemoglobin, semakin besar kecenderungan ke arah sianosis. Jadi, pasien dengan polisitemia vera yang nyata akan cenderung untuk mengalami sianosis pada tingkat saturasi oksigen arterial yang lebih tinggi bila dibandingkan pasien dengan nilai hematokrit yang normal. Demikian pula, kongesti pasif setempat yang menyebabkan peningkatan umlah total hemoglobin tereduksi di dalam pembuluh darah pada suatu daerah tertentu dapat menyebabkan sianosis. Sianosis juga terlihat kalau terdapat hemoglobin nonfungsional seperti methemoglobin atau sulfhemoglobin di dalam darah.
Sianosis sejak lahir berkaitan dengan penyakit jantung kongenital. Sianosis yang timbul akut dapat terjadi pada penyakit saluran pernapasan yang berat, terutama obstruksi akut pada saluran napas. Pada pasien dengan anemia berat, di mana kadar hemoglobin turun secara bermakna, sianosis mungkin tidak dijumpai. Beberapa pekerja, seperti tukang las listrik, menghirup kadar toksik gas nitrogen yang dapat menimbulkan sianosis dengan methemoglobinemia. Methemoglobinemia herediter adalah suatu kelainan hemoglobin primer yang menyebabkan sianosis kongenital.
Perbedaan sianosis sentral dan sianosis perifer
Secara singkat perbedaan sianosis sentral dan sianosis perifer adalah sebagai berikut :
Sianosis Sentral
Sianosis Perifer
§ Kelainan jantung dengan pirau kanan ke kiri à tidak terjadi kenaikan tekanan parsial O2 yang menyolok
§ Penyakit paru dengan oksigenasi yang berkurang : tekanan parsial O2 ↑ 100-150 mmHg atau lebih
Kurangnya saturasi O2 arteri sistemik
*Biasanya terlihat di mukosa bibir, lidah dan konjungtiva
§ Insufisiensi Jantung
§ Sumbatan aliran darah
§ Curah jantung ↓
§ Vasospasme
Aliran darah yang melambat di daerah sianotik : Kontak darah lebih lama dengan jaringan, Pengambilan O2 lebih banyak dari normal
Vasokonstriksi sebagai kompensasi COP yang rendah
Gangguan sirkulasi seperti renjatan
*Biasanya terlihat di daun telinga, ujung jari dan ujung hidung

Pada tipe sentral, terdapat darah arteri yang tidak mengalami saturasi atau derivat hemoglobin abnormal, dan membrana mukosa dan kulit terkena. Sianosis perifer disebabkan oleh perlambatan aliran darah ke area dan ekstraksi oksigen besar secara abnormal dari darah arteri tersaturasi secara normal. Sianosis ini disebabkan oleh vasokonstriksi dan aliran darah perifer yang berkurang, seperti terjadi paparan dingin, syok, gagal kongestif dan penyakit vaskuler perifer. Sering pada kondisi ini, membrana mukosa rongga mulut atau semua yang ada di bawah lidah dapat terhindar. Perbedaan klinis antara sianosis perifer dan sentral tidak selalu sederhana, dan pada kondisi seperti syok kardiogenik dengan edema paru mungkin terdapat campuran kedua tipe ini.


N2O
N2O adalah anestesi lemah dan harus diberikan dengan konsentrasi besar (lebih dari 65%) agar efektif. Paling sedikit 20%atau 30% oksigen harus diberikan sebagai campuran, karena konsentrasi N2O lebih besar dari 70-80% dapat menyebabkan hipoksia. N2O tidak dapat menghasilkan anestesia yang adekuat kecuali dikombinasikan dengan zat anestesi yang lain, meskipun demikian, karakteristik tertentu membuatnya menjadi zat anestesi yang menarik, yaitu koefisien partisi darah / gas yang rendah, efek anagesi pada konsentrasi subanestetik, kecilnya efek kardiovaskuler yang bermakna klinis, toksisitasnya minimal dan tidak mengiritasi jalan napas sehingga ditoleransi baik untuk induksi dengan masker. Efek anestesi N2O dan zat anestesi lain bersifat additif, sehingga pemberian N2O dapat secara substansial mengurangi jumlah zat anestesi lain yang seharusnya digunakan. Pemberian N2O akan menyebabkan peningkatan konsentrasi alveolar dari zat anestesi lain dengan cepat, oleh karana sifat “efek gas kedua” dan “efek konsentrasi” dari N2O. Efek konsentrasi terjadi saat gas diberikan dengan konsentrasi tinggi. Semakin tinggi konsentrasi gas diinhalasi, maka semakin cepat peningkatan tekanan arterial gas tersebut. Seorang pasien menerima 70-75% N2O akan menyerap sampai 1.000 ml/menit N2O saat fase awal induksi. Pemindahan volume N2O dari paru ke darah, menyebabkan aliran gas segar seperti disedot masuk dari mesin anestesi ke dalam paru-paru, sehingga meningkatkan laju gas lain. Pasien menerima hanya 10-25% N2O, pengambilan N2O oleh darah hanya 150 ml/menit, hal ini tidak menghasilkan perubahan yang signifikan pada laju penyerapan agen/gas lain. Efek gas kedua terjadi saat agen inhalasi kedua diberikan bersama dengan N2O. efek ini berkaiatan dengan pengambilan N2O yang cepat, sekitar 1.000 ml/menit saat induksi anestesi. Pengambilan cepat volume N2O yang besar, menmbulkan suat keadaan vakum di alveolus, sehingga memaksa lebih banyak gas segar (N2O bersama dengan agen inhalasi lain) masuk ke dalam paru-paru. MAC bangun N2O adalah 65% diatas konsentrasi tersebut pasien tidak sadar atau lupa terhadap tindakan pembedahan. Analgesia yang dihasilakan oleh 50% N2O kira-kira sama dengan 10 mg morfin. Kemasan Dan Sifat Fisik N2O dibuat dengan cara mereaksikan besi (Fe) dengan asam nitrat, terbentuk nitrit oksida (NO), kemudian bereaksi kemablidngan besi sehingga terbentuk N2O. Secara komersial, N2O dihasilkan dari pemanasan kristal amonium nitrat pada suhu 240oC dan akan terurai menjadi N2O dan H2O, dimana gas yang dihasilkan ditampung, dipurifikasi dan dekompresi ke dalam silinder metal warna biru pada tekanan 51 atm. N2O merupakan gas yang tidak bewarna, berbau harum manis, tdaik bersifat iritasi, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak tetapi membantu proses kebakaran akibat gas lain meskipun tidak ada oksigen. N2O tidak bereaksi dengan soda lime, obat anestesi lain dan bagian metal peralatan tetapi bisa meresap dan berdifusi melalui peralatan dari karet. Kelarutan N2O 15 kali lebih larut dibandingkan dengan oksigen, mempunyai koefisien partisi darah / gas 0,47 dan koefisen partisi darah / otak 1,0.
Absorpsi, Distribusi Dan Eliminasi Absorbsi dan eliminasi nirous oksida relatif lebih cepat dibandingkan dengan obat anestesi inhalasi lainnya, hal ini terutama disebabkan oleh koefisien partisi gas darah yang rendah dari N2O. total ambilan N2O oleh tubuh manusia diteliti oleh Severinghause. Pada menit pertama, N2O (75%) dengan cepat akan diabsorbsi kira-kira 1.000 ml/menit. Setelah 5 menit, tingkat absorbsi turun menjadi 600 ml/menit, setelah 10 menit turun menjadi 350 ml/menit dan setelah 50 menit tingkat absorbsinya kira-kira 100 ml/menit, kemudian pelan-pelan menurn dan akhirnya mencapi nol. Konsentrasi N2O yang diabsorbsi tergantung antara lain oleh konsentrasi inspirasi gas, ventilasi alveolar dan ambilan oleh sirkulasi, seperti koefisien partisi darah/gas dan aliran darah (curah jantung). N2O akan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Konsentrasi di jaringan adalah berbanding lurus dengan perfusi per unit volume dari jaringan, lamanya paparan dan koefisien partisi darah / jaringan zat tersebut. Jaringan dengan aliran darah besar/banyak seperti otak, jantung, hati dan ginjal akan menerima N2O lebih banyak sehingga akan menyerap volume gas yang lebih besar. Jaringan lain dengan suplai darah sedikit seperti jaringan lemak dan otot menyerap hanya sedikit N2O, ambilan dan penyerapan yang cepat menyebabkan tidak terdapatnya simpanan N2O dalam jaringan tersebut sehingga tidak menghalangi pulihnya pasien saat pemberian N2O dihentikan. N2O tidak atau sedikit mengalami biotransformasi dalam tubuh, namun telah ditemukan bakteri anaerob yang memetabolisir N2O dan menghasilkan radikal-radikal bebas meskipun tidak terdapat bukti bahwa radikal-radikal bebas tersebut menimbulkan kerusakan organ yang spesifik. N2O dieliminasi melalui paru-paru dan sebagian kecil diekskresikan lewat kulit. Pada saat N2O dihentikan pemberiannya, N2O berdifusi keluar dari darah dan masuk ke alveoli secepat difusinya ke dalam darah saat induksi. Jika pasien dibiarkan menghirup udara atmosfir saja pada saat tersebut akan mengalami hipoksia difusi. Selama beberapa menit pertama pasien menghirup udara atmosfir, sejumlah besar volume N2O berdifusi melalui darah ke dalam paru-paru dan dikeluarkan lewat paru-paru. Kira-kira sebanyak 1500 ml N2O dikeluarkan pada menit pertama oleh pasien yang menerima N2O : O2 dengan rasio 75% : 25%. Jumlah tersebut menurun menjadi 1.200 ml pada menit ke dua dan 1.000 ml pada menit ke tiga. Difusi N2O yang cepat dan dalam jumlah besar ke dalam alveoli akan menyebabkna pengenceran dan mendesak O2 keluar dari alveoli., sehingga mudah terjadi hipoksia dan juga menyebabkan terjadinya pemindahan volume CO2 yang lebih besar dari darah, sehinga akan menurunkan tekanan CO2 dalam darah dan akan memperberat hipoksia. Efek hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian 100% O2 selam minimal 3-5 menit pada akhir operasi. Efek Farmakologi Terhadap sistem saraf pusat Berkhasiat analgesia dan tidak mempunyai khasiat hipnotik. Khasiat analgesianya relatif lemah akibat kombinasinya dengan oksigen. Pada konsentrasi 25% N2O menyebabkan sedasi ringan. Peningkatan konsentrasi menyebabkan penurunan sensasi perasaan khusus seperti ketajaman, penglihatan, pendengaran, rasa, bau dan diikuti penurunan respon sensasi somatik seperti sentuhan, temperatur, tekanan dan nyeri. Penurunan perasaan membuat agen ini cocok untuk induksi sebelum pemberian agen lain yang lebih iritatif. N2O menghasilkan analgesi sesuai besarrnya dosis. N2O 50% efek analgesinya sama dengan morfin 10 mg. Bukti menunjukkan bahwa N2O memiliki efek agonis pada reseptor opioid atau mengaktifkan sistem opioid endogen. Area pusat muntah pada medula tidak dipengaruhi oleh N2O kecuali jika terdapat hipoksia. Nitrous oksida tidak mengikuti klasifikasi stadium anestesi dari guedel dalam kombinasinya dengan oksigen dan sangat tidak mungkin mencoba memakai nitrous oksigen tanpa oksigen hanya karena ingin tahu gambaran stadium anestesi dari guedel. Efeknya terhadap tekanan intrakranial sangat kecil bila dibandingkan dengan obat anestesi yang lain. Dalam konsentrasi lebih dari 60%, N2Odapat menyebabkan amnesia, walaupun masih diperlukan penelitian yang lebih lanjut. Terhadap susunan saraf otonom, nitrous oksida merangsang reseptor alfa saraf simpatis, tetapi tahanan perifer pembuluh darah tidak mengalami perubahan. Terhadap sitem kardiovaskuler Depresi ringan kontraktilitas miokard terjadi pada rasio N2O : O2 = 80% : 20%. N2O tidak menyebabkan perubahan laju jantung dan curah jantung secara langsung. Tekanan darah tetap stabil dengan sedikit penurunan yang tidak bermakna. terhadap sistem respirasi pengaruh terhadap sistem pernapasan minimal. N2O tidak mengiritasi epitel paru sehingga dapat diberikan pada pasien dengan asma tanpa meningkatkan resiko terjadinya spasme bronkus. Perubahan laju dan kedalaman pernapasan (menjadi lebih lambat dan dalam) lebih disebabkan karena efek sedasi dan hilangnya ketegangan. Terhadap sistem gastrointestinal N2O tidak mempengaruhi tonus dan motilitas saluran cerna. Distensi dapat terjadi akibat masuknya N2O ke dalam lumen usus. Pada gangguan fungsi hepar, N2O tetap dapat digunakan. Terhadap ginjal N2O tidak mempunyai pengaruh yang signifikan pada ginjal maupun pada komposisi urin. Terhadap otot rangka N2O tidak menyebabkan relaksasi otot rangka. Karena tonus otot tetap tidak berubah sehingga dalam penggunaannya mutlak memerlukan obat pelumpuh otot. Terhadap uterus dan kehamilan kontraksi uterus tidak terpengaruh baik pada kekuatan maupun frekuensinya. N2O melewati barrier plasenta dengan mudah masuk ke dalam sirkulasi fetus yang dapat mengakibatkan konsentrasi O2 di darah fetus turn dengan drastis bila kurang dari 20% O2 diberikan bersama dengan N2O. kehamilan bukan merupakan kontra indikasi penggunaan N2O – O2 sebagai sedasi inhalasi. terhadap sistem hematopoeitik dilaporkan pada pemakaian jangka panjang secara terus menerus lebih dari 24 jam bisa menimbulkan depresi pada fungsi hematopoietik. Anemia megaloblastik sebagai salah satu efek samping pada pemakaian nitrous oksida jangka lama.
Penggunaan Klinik Dalam praktik anestesia, N2O digunakan sebagai obat dasar dari anestesia umum inhalasi dan selalu dikombinasikan dengan oksigen dengan perbandingan N2O : O2 = 70 : 30 (untuk pasien normal), 60 : 40 (untuk pasien yang memerlukan tunjangan oksigen yang lebih banyak), atau 50 : 50 (untuk pasien yang beresiko tinggi). Oleh karena N2O hanya bersifat analgesia lemah, maka dalam penggunaannya selalu dikombinasikan degnan obat lain yang berkhasiat sesuai dengan target “trias anestesia” yang ingin dicapai. Kecelakaan Dalam Penggunaan N2O Kecelakaan dalam praktik anestesia mempergunakan N2O sering kali terjadi. Hal ini disebabkan oleh faktor alat atau mesin anestesia yang digunakan dan faktor manusianya akibat kelalaian. Seperti telah diuraikan di atas, pemakaian N2O harus selalu diberikan bersama-sama dengan oksigen. Kecelakaan bisa terjadi pada saat induksi, pada saat pemeliharaan atau pada saat akhir anestesia. Pada saat induksi, petugas anestesia ingin memberikan oksigen, tetapi yang dialirkan justru N2O. pada saat pemeliharaan, persediaan oksigen habis dan petugas tidak waspada. Pada saat akhir anestesia, petugas anestesia bermaksud memberikan oksigen, tetapi yang dialirkan ternyata N2O. Untuk megurangi resiko kecelakaan dalam penggunaan N2O, dan penyempurnaan sarana sistem perpipaan gas di rumah sakit kemasan tabung gas diberi tanda / warna / label tertentu, sistem dengan alat pengaman dan mesin anestesia dibuat sedemikian rupa oksigen, gas N2O tidak bisa mengalir.3)


1. Harrison
2. pathofisiologi  edisi 6, volume 2 sylvia a. Price, lorraine m. Wilson. Egc jakarta 2006

3. obat-obatan anastesi edisi 2, sota omougui egc jakarta 1997
0 Komentar untuk "SIANOSIS"

Back To Top